Sengketa seputar Karang Scarborough di Laut Cina Selatan semakin meruncing. Ratusan warga Filipina melakukan protes, sementara Cina tampaknya siap menunjukkan kekuatan militer.
Sengketa berbulan-bulan antara Cina dan Filipina terkait klaim Laut Cina Selatan meningkat memasuki tatanan baru yang menunjukkan pertanda tindakan balas dendam di bidang ekonomi, bahkan perang.
Cina dan Filipina termasuk dua negara yang bersama dengan Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam mengklaim kepemilikan teritorial kawasan perairan dan kepulauan di Laut Cina Selatan. Kawasan ini ramai dilintasi jalur pelayaran, kaya akan ikan dan kaya potensi sumber daya mineral.
Sengketa Karang Scarborough
Konflik aktual ini mulai dipicu 8 April saat pihak berwenang Filipina memergoki 8 kapal penangkap ikan Cina di Karang Scarborough. Ketika angkatan laut Filipina akan menangkap para nelayan tersebut, tindakan ini dihalangi aksi kapal Cina lainnya. Kedua negara mengklaim kepemilikan pulau kecil di Laut Cina Selatan itu, yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan lebih dari 1200 kilometer dari Cina.
Beberapa hari lalu travel biro Cina membatalkan tawaran wisatanya ke Filipina. Beijing telah mencabut ijin kunjungan wisata ke Filipina dan melakukan pemeriksaan untuk buah-buahan dari negara itu. Cina adalah satu-satunya pembeli utama pisang Filipina. “Tidak masalah bagaimana besarnya keinginan kami membicarakan masalah itu, pimpinan Filipina saat ini berusaha menekan kami ke sudut dimana tidak ada opsi yang tertinggal selain menggunakan kekuatan,” demikian tulisan harian China Daily.
Cina Andalkan Media, Filipina Gelar Demonstrasi
Gerhard Will, seorang pakar Asia Tenggara dari Pusat Kajian Jerman untuk Masalah Internasional dan Keamanan di Berlin mengatakan, pemerintah di Beijing telah mengisyaratkan tindakan intervensi militer di pers nasional dalam beberapa pekan belakangan, tapi kini menggunakan media berbahasa Inggris “untuk menyebarluaskan pesan ini secara global.”
Ratusan warga di Filipina Jumat (11/05) menggelar aksi protes di depan kedutaan besar Cina di Manila. Pemerintah Filipina telah mengajukan protes lewat jalur diplomatik, dengan mengisyaratkan kepada pemerintah asing mengenai pandangannya terkait tekanan Cina dengan kebebasan berlayar atau navigasi, yang merupakan salah satu prinsip hukum kebiasaan internasional. Manila juga telah memperingatkan bahwa ia mempersiapkan mengklaim kembali teritorialnya dengan peralatan militer yang disuplai oleh Amerika Serikat. Kementerian Luar Negeri Cina Kamis (10/05) mengumumkan konflik itu diharapkan diselesaikan dengan bantuan konsultasi diplomatik.
2. Konflik Irak dan Kuwait
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam Perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Irak juga terjerat utang luar negeri dengan beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi. Irak berusaha meyakinkan kedua negara tersebut untuk menghapuskan utangnya, namun ditolak. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Tengah malam tanggal 2 Agustus 1990 Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membombardir ibu kota Kuwait City dari udara. Meskipun Angkatan Bersenjata Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha mempertahankan negara, mereka dengan cepat kewalahan. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, Kuwait meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.
Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab dan AfrikaUtara kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat, ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara Asia - Bangladesh dan Korea Selatan. Sementara, dari Afrika, Niger turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan.
Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad yang diawali serangan serangan udara masif atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya.
Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. Saddam Hussein merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk mencari, dan bila perlu, menghancurkan instalasi rudal tersebut. serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.
Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Sovyet rakitan Irak, yang bernama Al Hussein. Untuk menangkal ancaman Scud, koalisi memasang rudal penangkis, Patriot, serta memaksimalkan sorti udara untuk memburu rudal-rudal tersebut sebelum diluncurkan. Irak juga melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Sovyet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Sovyet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto, meskipun Uni Sovyet pada saat itu dikenal sebagai sekutu Irak, terutama dalam hal suplai persenjataan. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.
Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar